CSS

Search This Blog

Mesjid Kubah Emas


Masjid Dian Al Mahri

Masjid Dian Al Mahri

Foto Selengkapnya:




Sejak diresmikan 2006 lalu, masjid Dian Al-Mahri sering dibicarakan orang. Entah karena luasnya lingkungan masjid ini yang terbesar di Asia Tenggara, atau karena kemewahannya yang luar biasa. Bayangkan saja, bangunan masjid seluas 8000 meter persegi yang menempati lahan seluas 70 hektar dibangun menggunakan material impor kelas satu, dan lima kubahnya dilapisi emas mozaik 24 karat. Tak heran masjid ini lebih dikenal dengan sebutan masjid Kubah Emas.
Masjid yang juga menjadi tempat wisata ini letaknya di tepi Jalan Raya Meruyung-Cinere di Kecamatan Limo, Depok. Lingkungan yang luas bukan berarti berada di tempat yang mudah dijangkau. Dari jalan raya yang hanya muat dua kendaraan besar, masjid Kubah Emas ini tersembunyi di balik tembok tinggi. Seperti malu-malu untuk memamerkan kemegahannya di antara pengendara yang melalui jalan tersebut.
Saya datang ke sana saat hari kerja, 8 februari 2011. Dari Jln. Tandean, Jakarta Selatan butuh waktu kurang lebih 1,5 jam. Bukan saja karena jaraknya yang jauh tapi juga macet luar biasa di Jln. Warung Buncit. Apalagi yang diharapkan selain macet pukul 12.00 di Jakarta, ya kan?
Keringatan dan mengantuk, akhirnya sampai juga. Dari jalan raya, kami masuk ke jalan kecil yang belum di aspal. Tak sampai lima meter dari jalan raya, ada dua orang pemuda yang menyodorkan kertas serupa karcis. Katanya untuk uang lingkungan setempat. Tak mahal memang, hanya dua ribu rupiah. Dari situ, harus jalan sekitar lima meter untuk sampai di pintu gerbang masjid Dian Al-Mahri. Di kiri jalan banyak warung makan dan warung-warung kecil yang menjual makanan dan minuman ringan. Jika Anda tidak membawa bekal dari rumah, bisa membelinya disini. Sedangkan di kanan jalan membentang panjang tembok batu yang terkesan angkuh melindungi lingkungan masjid dibaliknya.
Sampai di gerbang utama, seorang petugas keamanan mendatangi kami dan menyerahkan karcis berwarna kuning. Saya heran, sebelumnya sudah bayar uang lingkungan. Nah, karcis ini untuk apa? Petugas itu bilang ini untuk biaya parkir. Sedikit kesal, saya memberikan uang lima ribu rupiah sesuai dengan yang tertera di karcisnya. Dan, kami pun mulai memasuki lingkungan masjid.
Pertama kalinya dalam hidup saya melihat lingkungan masjid seluas ini. Jarak dari gerbang masuk sampai ke bangunan masjidnya saja cukup jauh. Lebih baik membawa tisu atau handuk kecil dan sebotol air mineral jika Anda jalan kaki datang ke sini. Selain jarak dari gerbang ke bangunan masjidnya cukup jauh, juga udara Depok siang itu begitu panas menyengat kulit.
Tertutupi pohon-pohon palem dan pohon-pohon lainnya, kemegahan masjid Dian Al-Mahri menyilaukan mata dari kejauhan. Lima kubah berlapis emas mozaik 24 karat memantulkan cahaya matahari siang. Mungkin ini yang membuat udara di sini terasa lebih panas.
Karena saat saya datang hari kerja, lahan parkir yang kosong itu terlihat begitu luas. Bahkan ada satu lahan parkir yang ditutup agar kendaraan yang datang bisa terkonsentrasi di lahan parkir yang cukup jauh dari bangunan masjid.
Masjid ini mulai di desain sejak Desember 1998. Satu tahun setelahnya, pada April 1999 dengan memasang tiang pancang sebagai tanda dimulainya pembangunan. Tujuh tahun setelahnya pada 31 desember 2006 yang bertepatan dengan hari Idul Adha atau lebaran haji, masjid Dian Al-Mahri diresmikan oleh Hj. Dian Juriah Maimun Al-Rasyid dan Drs. H. Maimun Al Rasyid.
Eksterior
Ekseterior masjid Dian Al-Mahri ini memang megah. Bangunan utama berbentuk persegi dikelilingi enam menara yang menjulang tinggi ditiap sisinya. Dinding luarnya dilapisi granit impor berwarna merah dan hijau tua gelap. Dari bentuk arsitekturnya, masjid ini mengikuti tipologi masjid di Timur Tengah yang cenderung terpengaruh arsitektur masjid Nabawi di Madinah. Seperti adanya kubah, menara, halaman dalam, hiasan kaligrafi di beberapa sudut ruangan dan ornamen-ornamen simetris berupa simbol-simbol Islam.
Saya masuk ke dalam masjid dari sisi khusus pria. Batas suci sudah dimulai sejak menaiki tangganya. Sepatu dan sendal bisa dititipkan pada petugas penitipan alas kaki yang ada di bawah tanah yang satu ruangan dengan tempat wudhu. Saya yang baru pertama kali datang ke sini agak kebingungan mencari tempat wudhunya. Untungnya ada papan petunjuknya. Ternyata kubah yang ada di depan pintu masuk itulah tempat wudhu dan penitipan alas kaki berada.
Interior
Luas, itulah kesan pertama saya saat melewati pintu masuk masjid. Di dalamnya terdapat beberapa pilar yang menjulang tinggi menopang langit-langit masjid. Berada di dalamnya membuat kita merasa kecil. Di tengah ruangan, tepat di bawah kubah utama ada lampu gantung berhias Kristal yang serupa dengan yang berada di masjid Sultan Oman. Lampu indah yang ditopang oleh kuningan berlapis emas 24 karat seberat 2,7 ton. Lampu gantung tersebut di impor langsung dari Italia.
Menghiasi lampu, di tepi lingkaran kubah utama terdapat cincin berwarna emas yang menguatkan aksen interior kubah itu sendiri. Sedangkan di langit-langit kubah terdapat lukisan awan yang merepresentasikan awan yang sebenarnya dan bisa berubah-ubah dengan bantuan teknologi komputer. Kaca yang menghiasi tepian kubah pun bertuliskan lafadz Allah yang berjumlah 99.
Dinding interior mesjid di cat berwarna krem dan sebagian dilapisi marmer berwarna merah. Begitu indah dan hangat. Sedangkan Mihrab tempat imam memimpin sholat terdapat empat pilar yang dilapisi batu granit jenis porto rose yang di impor dari Afrika.
Jika pendiri masjid dan Ir. Uke G Setiawan (konsultan arsitektur) menginginkan masjid yang akan menjadi simbol sejarah yang akan bertahan untuk waktu yang lama, mereka berhasil. Sejak memasuki pintu gerbang hingga berada di dalamnya, saya tidak berhenti untuk terus kagum dan makin kagum. Begitu megah, mewah dan fenomenal.
Selain menjadi tempat ibadah umat muslim, kini masjid Dian Al-mahri pun menjadi tempat tujuan wisata. Wajar saja karena bangunannya yang begitu indah memikat siapapun untuk datang terkagum-kagum.
Sayangnya, dibalik semua kemewahan, kesyahduan dalam beribadah di dalamnya. Kita sebagai pengunjung, entah untuk sekedar mampir dari perjalanan panjang dan beribadah atau wisatawan harus membayar sejumlah tiket. Tidak mahal memang, tapi kenapa tidak membayar di satu pintu saja? Bahkan saat keluar dari lingkungan masjid pun, saya masih ditagih sejumlah uang yang katanya untuk sumbangan masjid.
Tempat ini layak anda kunjungi di akhir pekan anda yang singkat. Namun bagi saya pribadi yang seorang muslim dan ingin mampir di sebuah masjid untuk beribadah, saya memilih masjid lain yang lebih kecil dan sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Isi Komentar Anda pada opsi Google/Blogger Untuk Anda yang memiliki Akun Google/Blogger.
Silakan Isi Komentar Dengan Baik Dan Bijak.

COMEN